Perang Gaza Terbaru Hari Ini

Kesaksian mahasiswa Indonesia tentang demonstrasi menentang perang di Gaza yang meluas di kampus-kampus AS

Diperbarui 26 April 2024

Kepolisian Amerika Serikat (AS) telah menangkap ratusan pengunjuk rasa di berbagai lokasi di Amerika, seiring demonstrasi menentang perang di Gaza meluas di kampus-kampus elite dan universitas.

Sejumlah mahasiswa Indonesia turut dalam aksi demonstrasi tersebut. Salah satu di antara mereka merasa berkewajiban untuk membela Palestina, sementara yang lain memilih untuk tidak terlibat secara langsung karena statusnya sebagai mahasiswa internasional penerima beasiswa.

Seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di New York mengungkapkan sejumlah kawan mahasiwa dan dosen di kampusnya ditahan oleh aparat kepolisian.

Perempuan tersebut—yang meminta BBC untuk tidak mengungkap namanya dengan alasan keamanan—mengungkapkan alasan mengapa dia turut dalam aksi demonstrasi, kendati berisiko terhadap dirinya yang berstatus sebagai mahasiswa internasional.

"Yang membuat aku ikut dalam aksi, mungkin karena aku sendiri banyak belajar tentang apa yang terjadi di Palestina sekarang dan sudah melihat banyak human rights violations yang terjadi di Palestina," ujarnya, Jumat (26/04).

"[Saya] merasa punya personal obligation untuk amplify perubahan dalam bentuk protes ini," katanya kemudian.

Baru-baru ini, sekitar 108 penangkapan dilakukan di Emerson College, kata polisi Boston kepada mitra BBC AS, CBS News. Sebelumnya, 93 orang di Universitas Southern California (USC) di Los Angeles ditahan atas tuduhan masuk tanpa izin.

Sumber gambar, Getty Images

Para pengunjuk rasa dan polisi juga bentrok di Universitas Texas di Austin. Pihak berwenang menyebut 34 orang telah ditangkap.

Universitas-universitas di Amerika telah menyaksikan semakin banyak mahasiswa keluar dari kelas atau mencoba mendirikan tenda-tenda—sebagai bentuk solidaritas terhadap tenda-tenda pengungsian yang ada di Palestina— untuk memprotes aksi militer Israel di Gaza.

Penangkapan terbaru ini menyusul penangkapan-penangkapan sebelumnya di Universitas Columbia, Yale dan New York.

Kekacauan di Universitas Texas

Sebelumnya, terjadi kekacauan di kampus Universitas Texas di Austin ketika ratusan polisi lokal dan negara bagian menunggang kuda sambil memegang pentungan, membubarkan pengunjuk rasa.

Gubernur Greg Abbott mengerahkan Garda Nasional untuk menghentikan para demonstran yang bergerak melintasi kampus, dengan mengatakan, mereka "pantas dipenjara".

Rekaman video yang diunggah di media sosial menunjukkan petugas mendorong ke arah kerumunan, sambil memperingatkan para demonstran melalui pengeras suara untuk meninggalkan lokasi atau menghadapi penangkapan.

Sumber gambar, Getty Imag

"Saya perintahkan Anda atas nama rakyat negara bagian Texas untuk membubarkan diri," demikian bunyi pengumuman tersebut.

Sebanyak 34 orang ditangkap, kata para pejabat.

Seorang fotografer Fox News 7 Austin terlihat terjatuh ke tanah dengan kameranya saat dikepung oleh polisi anti huru hara. Outlet media AS tersebut kemudian mengonfirmasi bahwa juru kameranya telah ditangkap.

Pengunjuk rasa lainnya terlihat dikepung oleh polisi anti huru hara. Namun segera setelah itu sekitar 300 demonstran berkumpul kembali, duduk di rumput di bawah menara jam ikonik sekolah dan meneriakkan “bebaskan Palestina”.

'Human chain' untuk melindungi mahasiswa yang akan ditangkap

Sejumlah mahasiswa asal Indonesia turut dalam aksi demonstrasi membela Palestina dan menentang perang di Gaza dalam gelombang demonstrasi mahasiswa baru-baru ini di AS.

Salah satu dari mereka—yang menolak mengungkap identitasnya atas alasan keamanan—mengatakan ia sempat turut dalam demonstrasi dan protes setelah penangkapan mahasiswa terjadi di salah satu kampus lain.

"Salah satu [demonstrasi] yang terbesar, mungkin yang terjadi di kampusku, ada encampment, ketika para protester membangun tenda-tenda dan tenda-tenda ini sebagai bentuk solidaritas tenda-tenda pengungsian yang ada di Palestina," ujarnya.

Ketika dia datang, akunya, banyak orang yang telah berkumpul di sekitar tenda-tenda sambil melakukan orasi. Pada saat yang sama, pihak pengamanan kampus tampak berjaga di sekitar lokasi demonstrasi.

Sumber gambar, Reuters

"Satpam kampus ini kemudian membatasi orang-orang yang bukan organizer atau mereka-mereka yang bukan dari kampus enggak boleh lewat ke area tenda-tenda dan tidak bisa melakukan aksi protes di area tenda," terangnya.

Dia kemudian menjelaskan bahwa di seberang area tenda-tenda yang didirikan peserta demonstrasi, ada demonstrasi tandingan yang dilakukan oleh sejumlah orang pro-Israel yang membawa bendera Israel.

"Saya kebetulan tidak sampai malam, karena ternyata setelah malam hari situasi semakin memanas dan kebetulan waktu itu dosen-dosen sudah ikut terlibat."

"Kemudian mereka membangun human chain, bergandengan tangan, untuk melindungi mahasiswa yang waktu itu posisinya sudah diancam akan ada penangkapan oleh polisi kalau tidak bubar," kata dia.

Sumber gambar, Reuters

Akan tetapi, situasi makin memanas sehingga kepolisian setempat mengeluarkan tembakan gas paper spray. Dalam insiden itu sekitar 120 orang, baik mahasiswa dan dosen, ditangkap pihak berwenang.

Penangkapan itu tidak menyurutkan niat untuk melakukan demonstrasi membela Palestina. Hingga Kamis (25/04) demonstrasi terus berlangsung

"Sampai hari ini demonstrasi terus berlangsung tiap hari dan dilakukan di beberapa titik di sekitar kampus dan sekitar kota NYC," akunya.

Dia menegaskan, keterlibatan dalam demonstrasi tersebut karena dia merasa terpanggil untuk membuat perubahan atas apa yang terjadi terhadap warga Palestina.

"Rasanya aku punya personal obligation sebagai orang yang cukup privilege, dalam artian tidak terefek langsung dari konfliknya atau genosidanya. [Saya] merasa punya personal obligation untuk amplify perubahan dalam bentuk protes ini," katanya.

Kendati begitu, sejumlah mahasiswa Indonesia yang lain memilih untuk tidak terlibat secara langsung karena statusnya sebagai mahasiswa internasional penerima beasiswa.

Mahasiswa Indonesia di Universitas New York, Nafasya Ramadini Maura, berkata penangkapan yang dilakukan terhadap pendemo baru-baru ini membuatnya harus berpikir dua kali untuk mengikuti aksi demonstrasi.

"Memang semuanya bentuk protes, sebagai bentuk tuntutan justice untuk Palestina, tapi kalau sebagai stance mahasiswa internasional, aku menilai masih ada cara lain untuk menyuarakan ini," jelas Nafasya, yang menempuh studi public relations and corporate communication di Universitas New York sejak 2023 silam.

Sumber gambar, Nafasya Ramadini Maura

Sementara itu, penangkapan di USC, Los Angeles dilakukan ketika para mahasiswa berkumpul di Taman Alumni – tempat upacara wisuda di universitas tersebut dijadwalkan berlangsung bulan depan.

Petugas polisi yang mengenakan perlengkapan antihuru-hara membersihkan perkemahan pro-Palestina di pusat kampus, mencegah para demonstran berkumpul.

Siswa mendapat peringatan 10 menit dari helikopter polisi untuk membubarkan diri. Mereka yang menolak, ditangkap atas tuduhan masuk tanpa izin.

Protes tersebut awalnya dilaporkan berlangsung damai, namun kemudian berubah memanas dengan kehadiran polisi yang terus berlanjut.

Ketika polisi mencoba menahan seorang perempuan, pengunjuk rasa melemparkan botol air ke arah mereka dan meneriakkan, “Lepaskan dia!”

Sumber gambar, Reuters

Para pengunjuk rasa berkumpul di sekitar aparat polisi, menenggelamkan peringatan polisi dengan nyanyian "bebaskan Palestina".

Para pelajar, beberapa di antaranya mengenakan kaffiyeh, memegang tanda "zona pembebasan", sambil menabuh genderang.

Di tempat lain di negara itu, polisi Boston mengatakan kepada CBS bahwa tiga petugas terluka dalam demonstrasi di kota itu – salah satunya dalam kondisi serius.

Tidak ada pengunjuk rasa yang terluka, tambah polisi.

Para siswa dikatakan telah berkemah sejak Minggu, diduga mengabaikan peringatan untuk pergi.

Emerson College belum mengomentari penangkapan tersebut. Dalam pernyataan sebelumnya, mereka mengatakan mereka mendukung hak untuk melakukan demonstrasi damai – sambil mendesak para aktivis untuk mematuhi hukum.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertempuran masih terus terjadi antara Israel dan milisi Gaza Palestina, Hamas. Peperangan ini pecah sejak 7 Oktober 2023 lalu setelah Hamas menyerbu sejumlah wilayah Israel Selatan.

Sejauh ini, perdamaian masih terus diupayakan antara keduanya. Pada Minggu (1/12/2024), sumber Hamas dan Israel mengatakan Hamas telah datang ke Kairo, Mesir, dalam upaya gencatan senjata baru di Gaza. Diketahui, Mesir merupakan salah satu pihak yang vokal menyuarakan perdamaian di daerah Palestina itu.

"Para pemimpin Hamas mengadakan pembicaraan dengan pejabat keamanan Mesir pada hari Minggu dalam upaya baru untuk gencatan senjata dalam perang Gaza," kata dua sumber Hamas kepada Reuters.

"Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan mengadakan pembicaraan keamanan mengenai masalah tersebut," timpal dua sumber Israel.

Kunjungan Hamas ke Kairo adalah yang pertama sejak Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka akan menghidupkan kembali upaya bekerja sama dengan Qatar, Mesir, dan Turki untuk merundingkan gencatan senjata di Gaza. Kesepakatan juga akan mencakup hal-hal terkait sandera Israel di Gaza.

Sejauh ini, dalam sejumlah putaran negosiasi selama setahun terakhir, Hamas bersikeras bahwa kesepakatan apa pun harus diakhiri dengan Israel yang mengakhiri perang. Di sisi lain, Israel mengatakan perang akan berakhir ketika Hamas tidak lagi memerintah Gaza atau menjadi ancaman bagi Israel.

Atas adanya progres pertemuan dan perundingan ini, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan bahwa menurutnya peluang gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan di wilayah Palestina sekarang lebih mungkin terjadi.

"(Hamas) terisolasi. Hizbullah tidak lagi berperang dengan mereka, dan para pendukung mereka di Iran dan tempat lain disibukkan dengan konflik lain," katanya kepada CNN pada hari Minggu.

"Jadi saya pikir kita mungkin memiliki kesempatan untuk membuat kemajuan, tetapi saya tidak akan memprediksi dengan tepat kapan itu akan terjadi ... kita sudah begitu dekat berkali-kali dan tidak mencapai garis finis."

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan pada hari Minggu bahwa ada beberapa indikasi kemajuan menuju kesepakatan penyanderaan tetapi persyaratan Israel untuk mengakhiri perang tidak berubah.

"Kita akan tahu dalam beberapa hari mendatang. Dari sudut pandang kami, pemerintah Israel, ada keinginan untuk maju ke arah ini," katanya pada konferensi surat kabar Israel Hayom.

Saksikan video di bawah ini:

Video: Israel Bombardir Gaza Utara 87 Tewas, 40 Terluka

Selasa, 3 Desember 2024

Minggu, 1 Desember 2024

Sabtu, 30 November 2024

Selasa, 26 November 2024

Minggu, 24 November 2024

Rabu, 20 November 2024

Senin, 18 November 2024

Senin, 18 November 2024

Senin, 18 November 2024

Senin, 11 November 2024

Senin, 11 November 2024

Sabtu, 9 November 2024

Jumat, 8 November 2024

Rabu, 6 November 2024

Selasa, 5 November 2024

Jumat, 1 November 2024

Rabu, 30 Oktober 2024

Selasa, 29 Oktober 2024

Senin, 28 Oktober 2024

Sabtu, 26 Oktober 2024

Dinodai dugaan antisemitisme

Gelombang demonstrasi mahasiswa dinodai oleh dugaan insiden antisemitisme, yang dikecam oleh Gedung Putih.

Demonstrasi serta perdebatan sengit mengenai perang Israel-Gaza dan kebebasan berpendapat telah mengguncang kampus-kampus AS sejak serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, yang memicu serangan balik Israel. Perang di Gaza terus berkecamuk hingga kini.

Di AS, terjadi pelonjakan insiden antisemitisme dan Islamofobia sejak saat itu, menurut sejumlah mahasiswa dari kedua pihak.

Ketika ditanya tentang demonstrasi pada Senin (22/04), Presiden AS Joe Biden mengatakan dia mengutuk “demonstrasi antisemitisme” serta “mereka yang tidak memahami apa yang terjadi dengan rakyat Palestina”.

Gerakan protes ini menjadi sorotan pekan lalu setelah polisi Kota New York dipanggil ke Universitas Columbia dan menangkap lebih dari 100 demonstran.

Sumber gambar, Getty Images

Demonstrasi telah meluas sejak saat itu. Selain NYU dan Yale, mahasiswa yang berdemonstrasi telah mendirikan kemah-kemah di Universitas California di Berkeley, Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Universitas Michigan, Emerson College, dan Tufts.

Seperti kawan-kawan mereka di universitas lain, para pengunjuk rasa di NYU menyerukan institusi pendidikan mereka untuk melepaskan sokongan “finansial dan dana abadi terhadap produsen senjata dan perusahaan yang berkepentingan dengan pendudukan Israel”.

Seorang mahasiswa, Alejandro Tanon, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa AS berada pada “momen kritis”, menyamakan protes tersebut dengan demonstrasi bersejarah menentang Perang Vietnam dan apartheid di Afrika Selatan.

“Kami mendukung Palestina dan kami mendukung pembebasan semua orang,” kata seorang pengunjuk rasa kepada mitra BBC di AS, CBS News.

Sementara itu, seseorang yang berdiri di seberang jalan lokasi demonstrasi menentang perang di Palestina digelar, sambil mengibarkan bendera Israel berkata: "Ada satu sisi di sini dan satu sisi sejarah. Sisi yang benar ada di sini."

NYU mengungkapkan sekitar 50 orang terlibat dalam aksi demonstrasi di luar kampus tersebut. Mereka menggambarkan protes tersebut tidak sah dan mengganggu aktivitas perkuliahan.

Polisi mulai menangkap mereka pada Senin (22/04) malam; jumlah pasti mereka yang ditahan hingga kini belum diketahui.

Beberapa jam sebelumnya, hampir 50 pengunjuk rasa ditangkap di Universitas Yale di New Haven, Connecticut. Pihak berwenang mengatakan ratusan orang telah berkumpul; banyak dari mereka menolak seruan untuk membubarkan demonstrasi.

Pada Senin (22/04), kepala Universitas Columbia, Dr Minouche Shafik, meminta mahasiswa untuk menjauh dari kampus, dengan alasan adanya insiden “perilaku yang mengintimidasi dan melecehkan”. Sebagai gantinya, kelas diadakan secara virtual.

Dr Shafik mengatakan ketegangan di kampus telah “dieksploitasi dan diamplifikasi oleh individu-individu yang tidak berafiliasi dengan Columbia yang datang ke kampus dengan agenda mereka sendiri”.

Pihak berwenang di NYU juga menyatakan bahwa pengunjuk rasa yang tidak memiliki hubungan dengan universitas telah bermunculan.

Mereka melaporkan adanya insiden antisemitisme pada Senin (22/04) – hari pertama hari raya Paskah Yahudi – dan menjadi lembaga terbaru yang melaporkan hal tersebut.

Video terbaru yang diunggah di dunia maya menunjukkan beberapa pengunjuk rasa di dekat Univesitas Columbia menyatakan dukungannya akan serangan Hamas terhadap Israel, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Kathy Manning, yang mengunjungi Universitas Columbia pada Senin, mengatakan dia melihat pengunjuk rasa di sana menyerukan kehancuran Israel.

Chabad, kelompok Hasid di Universitas Columbia mengatakan mahasiswa Yahudi diteriaki dan dijadikan sasaran retorika yang merugikan mereka.

Sementara itu, seorang rabi yang terafiliasi dengan universitas tersebut dilaporkan memperingatkan mahasiswa Yahudi untuk menghindari kampus sampai situasinya membaik.

Anggota kelompok pendemo yang memberikan pernyataan publik telah membantah tudingan antisemitisme yang ditujukan kepada mereka, dengan alasan bahwa kritik mereka ditujukan untuk negara Israel dan para pendukungnya.

Mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Columbia Students for Justice in Palestine bilang mereka “dengan tegas menolak segala kebencian dan kefanatikan” dan mengkritik “individu yang tidak mewakili kami”.

Dalam sebuah pernyataan, Dr Shafik mengatakan sebuah kelompok kerja telah dibentuk di Columbia untuk "mencoba membawa krisis ini ke sebuah resolusi".

Pekan lalu, Dr Shafik memberikan kesaksian di hadapan komite kongres mengenai upaya Columbia untuk mengatasi antisemitisme.

Dia menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan kecaman dari senat universitas atas penangkapan massal di kampus yang terjadi sehari setelah kesaksiannya.

Sekelompok anggota parlemen federal, yang dipimpin oleh Perwakilan Partai Republik di New York, Elise Stefanik, juga telah menandatangani surat yang memintanya untuk mundur karena "kegagalan dalam mengakhiri gerombolan mahasiswa dan agitator yang menyerukan tindakan terorisme terhadap mahasiswa Yahudi" .

Partai Demokrat juga telah meminta Columbia untuk memastikan bahwa pelajar Yahudi merasa aman dan diterima.

Staf kampus bahkan bersikap kritis terhadap penanganan protes tersebut.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke BBC pada Senin (22/04) malam, Knight First Amendment Institute di Columbia menyerukan “koreksi arah yang mendesak” dan mengatakan pihak berwenang di luar negeri hanya boleh terlibat ketika ada “bahaya yang jelas dan nyata” terhadap orang atau properti.

Serangan terhadap Israel spada tanggal 7 Oktober menyebabkan sekitar 1.200 warga Israel dan orang asing – sebagian besar warga sipil – terbunuh dan 253 lainnya disandera di Gaza, menurut penghitungan Israel.

Israel menanggapinya dengan melancarkan perang paling intens yang pernah terjadi di Gaza, dengan tujuan menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera.

Lebih dari 34.000 warga Palestina di Gaza – kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan – tewas dalam konflik tersebut, kata kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

Mayoritas warga Amerika kini tidak menyetujui tindakan Israel di Gaza, menurut survei Gallup baru-baru ini, setelah terjadi pergeseran opini sejak pecahnya konflik saat ini.

© 2007 - 2024 Okezone.com,

Kisah unik yang diceritakan oleh santri-santri Kiai Ma'ruf adalah mengenai bom Belanda yang meledak di medan perang. Menurut cerita, bom yang biasanya dapat merusak dan membunuh, tiba-tiba berubah menjadi butiran-butiran kacang hijau setelah didoakan oleh Kiai Ma'ruf.

Pemberontak Suriah menjanjikan tidak akan ada lagi perang di negara itu.

Netanyahu mengaku sanggup menjalani persidangan sambil terus memimpin perang Israel di tujuh front.

Di tengah Perang Dunia II, Presiden Franklin Roosevelt mengirim telegram berisi permintaan damai.

Siaga perang ini memicu beragam respons. Ada yang jelas khawatir hingga ada pula yang menyikapinya dengan tenang.

Serangan, yang terjadi saat suhu mencapai 0 derajat Celsius (32 derajat Fahrenheit) di banyak kota Ukraina, adalah yang terbaru dalam dua minggu eskalasi dramatis dalam perang yang hampir berlangsung tiga tahun.

Sang pejabat NATO menyinggung Putin dan Xi Jinping dalam pernyataannya.

Menurut Dubes Ukraina, Vasyl Hamianin, lebih dari 200 ribu infrastruktur sipil di Ukraina, yang kebanyakan adalah tempat tinggal, telah hancur karena perang.

Keberhasilan Sunan Kudus dalam berbagai pertempuran membuat Sultan Trenggana, penguasa Demak saat itu, terkesan dan semakin mempercayainya. Sunan Kudus mendapat perintah untuk memperluas wilayah Demak ke arah timur, termasuk menaklukkan Madura, serta ke barat seperti Cirebon. Perintah ini menjadi tugas yang diemban Sunan Kudus dengan penuh tanggung jawab, mengingat pentingnya memperluas pengaruh Islam di Nusantara.

Berita mengenai 10 Negara Paling Aman Jika Terjadi Perang Dunia III ini menjadi berita yang paling banyak dibaca. Berikut rangkumannya pada Jumat 8 November 2024.

Negara mana yang paling aman untuk dikunjungi jika Perang Dunia III benar-benar terjadi?

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan, Indonesia memiliki tantangan yang semakin berat kedepannya. Apa saja?

PM Benjamin Netanyahu berdiri tak bergerak di podium selama upacara pada hari Minggu (27/10), saat para penonton di kerumunan berteriak, menyela pidatonya selama lebih dari satu menit.

Salah satu mimpi yang kerap membuat gelisah adalah ketika seseorang bermimpi tentang perang dengan segala kengerian dan kehancurannya.

Dalam sebuah laporan terbaru, Sekjen PBB menyampaikan bahwa di tengah rekor konflik bersenjata dan kekerasan, kemajuan yang dicapai selama beberapa dekade bagi perempuan mulai memudar.

Rachel Gupta menjadi orang India pertama yang meraih gelar Miss Grand International. Sementara, wakil Indonesia Nova Liana menempati urutan ke-6 di Miss Grand International 2024.

Kisah heroik Thariq bin Ziyad, panglima perang Bani Umayyah yang namanya diabadikan menjadi Selat Gibraltar. Simak sejarah penaklukan Andalusia olehnya.

China tidak pernah meninggalkan opsi penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya.

Israel Gunakan Tentara Bayaran untuk Perang Gaza Utara, Gaji Bulanan antara Rp 67 Juta - Rp 84 Juta

TRIBUNNEWS.COM- Sejak dimulainya genosida warga Palestina di Gaza, pemerintah Israel telah beralih menggunakan tentara bayaran untuk mengatasi krisis perekrutan.

Ini termasuk kerja sama dengan intelijen Jerman untuk merekrut pencari suaka dari Afghanistan, Libya, dan Suriah.

Mereka ditawari gaji bulanan antara €4.000 (Rp 67 Juta) hingga €5.000 (Rp 84 juta) dan memperoleh kewarganegaraan Jerman dengan cepat, banyak yang telah bergabung dalam perjuangan ini.

Laporan menunjukkan bahwa sekitar 4.000 imigran dinaturalisasi antara bulan September dan Oktober saja,” tulis kolumnis The Cradle Mohamed Nader al-Omari.

Baca juga: Perusahaan Tentara Bayaran AS Bersaing Dapatkan Kontrak Besar Kendalikan Keamanan di Gaza Utara

Israel sedang menjajaki peluncuran “program percontohan” yang dapat melihat perusahaan keamanan swasta AS menggantikan tentara di Gaza utara.

Download TribunX untuk Android & iOS

13 Desember 2024 - 16:30 WIB