© 2024 Harian Metro, New Straits Times Press (M) Bhd (Co. No. 196101000449 / 4485 H). A part of Media Prima Group.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), menyoroti masalah konflik pembangunan rumah ibadah yang masih terjadi di beberapa daerah. Padahal, kebebasan beribadah dan kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi.
"Hati-hati, ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Konghucu, hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah. Memiliki hak yang sama dalam kebebasan beragama dan beribadah. Hati-hati, beragama dan beribadah itu dijamin konstitusi kita," kata Jokowi di hadapan ratusan kepala daerah dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa (17/1).
Kebebasan memeluk agama dan beribadah ini telah dijamin oleh konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29 Ayat 2. Beleid tersebut menyatakan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Oleh karena itu, seluruh agama yang diakui negara memiliki hak yang sama untuk beribadah. Oleh karenanya, jajaran kepala daerah dan aparat penegak hukum diminta untuk memahami aturan dasar tersebut.
"Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan," ujarnya.
Jokowi mencontohkan, ada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bersepakat melarang pembangunan rumah ibadah. Selain itu, ada juga peraturan atau instruksi dari kepala daerah yang juga tidak memperbolehkan didirikannya rumah ibadah di suatu wilayah.
Meski tidak mengungkap secara jelas, Jokowi turut prihatin atas kejadian itu. Ia pun mewanti-wanti agar seluruh kepala daerah berhati-hati mengambil keputusan untuk melarang pembangunan rumah ibadah.
"Saya lihat masih terjadi. Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yang akan beribadah, sedih itu kalau kita mendengar," tutur Jokowi.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga berpesan agar masyarakat, khususnya jajaran pimpinan kementerian, lembaga, dan kepala daerah, tidak menjadi korban politik identitas. Terlebih, saat ini Indonesia telah memasuki tahun politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Jokowi meminta TNI dan Polri untuk tidak berpolitik praktis. Ia berpesan untuk meningkatkan sensitivitas dan memetakan potensi kerawanan. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dalam tahapan-tahapan menuju pesta demokrasi 2024.
"Saya minta betul-betul saudara-saudara bisa menjaga situasi kondusif, menjaga agar masyarakat kita tidak menjadi korban politik, namanya politik identitas," kata Jokowi.
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melancarkan kritik karena masih adanya larangan pendirian rumah ibadah di sejumlah daerah di Tanah Air. Ia mencontohkan ada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bersepakat untuk tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah.
"Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yg akan beribadah, sedih itu kalau kita mendengar," kata dia di depan ratusan kepala daerah yang hadir dalam Rakornas Kepala Daerah dan FKPD seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2022.
Unsur pimpinan di daerah diminta memahami aturan
Tidak hanya kesepakatan FKUB, tapi juga peraturan Wali Kota atau Instruksi Bupati yang ikut andil tidak memperbolehkan pendirian rumah ibadah. "Hati-hati lho kita semua harus tahu masalah ini. Konstitusi kita itu memberikan kebebasan beragama dan beribadah, meskipun hanya satu, dua, tiga kota atau kabupaten, tapi hati-hati mengenai ini," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi pun menegaskan bahwa kebebasan beribadah dan kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi. "Ini hati-hati, yang beragama Kristen Katolik Hindu Konghuchu, hati-hati, Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah," kata dia.
Jokowi pun meminta Dandim, Kapolres, Kapolda, Pangdam, Kejari, Kejati, pun memahami aturan dasar ini. "Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan," kata Jokowi.
Selanjutnya, Wapres Ma'ruf Amin turun tangan
Kala itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin ikut menegaskan bahwa rumah ibadah yang telah memenuhi syarat pendirian dari lembaga atau instansi terkait dapat berdiri atau dibangun.
"Kalau (syarat) sudah terpenuhi harus (berdiri), tapi kalau belum terpenuhi, jangan sampai mengaku ini sudah terpenuhi, ini mengaku belum. Nanti diverifikasi saja, diteliti saja, benar tidak sehingga tidak ada lagi yang menyebabkan konflik karena sudah tidak ada," kata Wapres Ma'ruf Amin di sela kunjungan kerjanya di Pontianak, Kalimantan Barat, 22 September 2022.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.
"Nah, dalam masalah pembuatan rumah ibadah itu sudah ada aturannya, yang diwujudkan dalam bentuk PBM, namanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Isinya sebenarnya merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang waktu itu karena ada konflik-konflik rumah ibadah," kata Ma'ruf.
Dengan adanya konflik-konflik untuk mendirikan rumah ibadah, menurut Wapres, maka dibuatlah peraturan yang isinya merupakan kesepakatan para majelis agama.
"Jadi, aturan mendirikan rumah ibadah sudah ada pedomannya dan bukan hanya peraturan menteri. Jiwanya adalah kesepakatan majelis-majelis agama, seperti majelis ulama, Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu), PGI, KWI itu majelis majelis agama, kemudian adanya FKUB yang ada di provinsi sehingga setiap ada konflik itu bisa diantisipasi," kata Ma'ruf.
Oleh karena itu, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada periode pertama Jokowi menjadi presiden tersebut menilai kasus-kasus pendirian rumah ibadah di daerah seharusnya tidak terjadi apabila semua pihak mengikuti aturan yang berlaku.
"Kalau syarat sudah dipenuhi tidak ada alasan untuk menolak, tapi kalau syarat belum dipahami maka tidak boleh suatu agama memaksakan kehendaknya karena syaratnya belum dipenuhi dan semua sudah diatur dan semua sudah ada kesepakatan, jadi tidak ada masalah," ujarnya.
Presiden Joko Widodo menegur para kepala daerah atas sejumlah kasus intoleransi ketika umat agama selain Islam kesulitan beribadah karena minoritas di daerahnya.
Jokowi menekankan semua umat beragama mendapat kebebasan beragama dan beribadah. Dia mengingatkan hal itu dijamin UUD 1945.
"Hati-hati! Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, hati-hati, memiliki hak yang sama dalam beribadah, hak yang sama dalam kebebasan beragama dan beribadah," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forkopimda Tahun 2023 di Bogor, Selasa (17/1).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi tak menyebut daerah-daerah yang dimaksud. Namun, ia mau semua kepala daerah menjamin kebebasan beragama dan beribadah masyarakat.
Dia tak ingin hak yang dijamin konstitusi itu diabaikan. Jokowi mewanti-wanti agar kepala daerah tak membiarkan hak warga itu dicabut lewat kesepakatan-kesepakatan.
"Ada rapat FKUB, misalnya, sepakat tidak boleh membangun tempat ibadah. Hati-hati, konstitusi menjamin itu," ujarnya.
"Ada peraturan wali kota, ada instruksi bupati. Hati-hati kita harus tahu masalah ini," imbuhnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan para kepala daerah tentang pentingnya kebebasan beragama. Jokowi mengatakan setiap agama memiliki hak yang sama dalam beribadah.
"Kemudian ini mumpung juga ketemu bupati dan wali kota. Mengenai kebebasan beribadah dan kebebasan beragama. Ini hati-hati. Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu, hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah. Memiliki hak yang sama dalam hal kebebasan beragama dan beribadah," kata Jokowi dalam Rakornas Kepala Daerah dan FKPD se-Indonesia, Selasa (17/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi menegaskan beragama dan beribadah itu dijamin oleh konstitusi. Dia meminta agar tiap kepala daerah memahami ini. Jokowi tak ingin konstitusi dikalahkan oleh kesepakatan.
"Beragama dan beribadah itu dijamin oleh konstitusi kita, dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Sekali lagi dijamin oleh konstitusi. Ini harus ngerti. Dandim, kapolres, kapolda, pangdam harus ngerti ini, kejari-kejati. Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan," tuturnya.
Jokowi pun mencontohkannya dengan adanya rapat Forum Kerukunan Umat Beragama. Dia juga tak ingin konstitusi kalah dengan perwali.
"Ada rapat, FKUB misalnya, ini misalnya, sepakat tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah. Hati-hati lho, konstitusi kita menjamin itu. Ada peraturan wali kota atau ada instruksi bupati, hati-hati lho, kita semua harus tahu masalah ini. Konstitusi kita itu memberikan kebebasan beragama dan beribadah meskipun hanya satu, dua, atau tiga kota atau kabupaten, tapi hati-hati mengenai ini," jelasnya.
Jokowi menyampaikan hal ini karena masih melihat maraknya masalah kebebasan beragama. Dia merasa sedih jika mendengar kabar kasus seperti ini.
"Karena saya lihat masih terjadi. Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yang akan beribadah. Sedih itu kalau kita mendengar," ungkapnya.
Tonton juga Video: Heboh Video Gusur Rumah Ibadah di Kaltara, Ini Kata TNI AD
[Gambas:Video 20detik]
MediaJustitia.com: Bertebarannya larangan pendirian rumah ibadah di saat konstitusi telah menjamin kebebasan beribadah dan kebebasan beragama, dikritik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi lantas meminta penegak hukum, seperti Dandim, Kapolres, Kapolda, Pangdam, Kejari, Kejati, pun memahami aturan dasar ini
“Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan,” kata Jokowi di depan ratusan kepala daerah yang hadir dalam Rakornas Kepala Daerah dan FKPD seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2022.
Jokowi lalu mencontohkan ada rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang bersepakat untuk tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah. Tidak hanya kesepakatan FKUB, tapi juga peraturan Wali Kota atau Instruksi Bupati yang ikut andil tidak memperbolehkan pendirian rumah ibadah.
“Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yg akan beribadah, sedih itu kalau kita mendengar,” kata Jokowi.
Untuk itu, Jokowi menegaskan bahwa semua umat beragama di Indonesia memiliki hak yang sama dalam beribadah. “Hati-hati lho kita semua harus tahu masalah ini. Konstitusi kita itu memberikan kebebasan beragama dan beribadah, meskipun hanya satu, dua, tiga kota atau kabupaten, tapi hati-hati mengenai ini,” kata Jokowi.
Aturan pendirian rumah ibadah Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.
“Nah, dalam masalah pembuatan rumah ibadah itu sudah ada aturannya, yang diwujudkan dalam bentuk PBM, namanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Isinya sebenarnya merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang waktu itu karena ada konflik-konflik rumah ibadah,” kata Ma’ruf.
Dengan adanya konflik-konflik untuk mendirikan rumah ibadah, menurut Wapres, maka dibuatlah peraturan yang isinya merupakan kesepakatan para majelis agama.
“Jadi, aturan mendirikan rumah ibadah sudah ada pedomannya dan bukan hanya peraturan menteri. Jiwanya adalah kesepakatan majelis-majelis agama, seperti majelis ulama, Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu), PGI, KWI itu majelis majelis agama, kemudian adanya FKUB yang ada di provinsi sehingga setiap ada konflik itu bisa diantisipasi,” kata Ma’ruf.
Oleh karena itu, kasus-kasus pendirian rumah ibadah di daerah seharusnya tidak terjadi apabila semua pihak mengikuti aturan yang berlaku.
“Kalau syarat sudah dipenuhi tidak ada alasan untuk menolak, tapi kalau syarat belum dipahami maka tidak boleh suatu agama memaksakan kehendaknya karena syaratnya belum dipenuhi dan semua sudah diatur dan semua sudah ada kesepakatan, jadi tidak ada masalah,” ujar mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Artikel ini telah terbit di Tempo
KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo, berbicara tentang pentingnya menjaga kebebasan beragama dan beribadah. Presiden menegaskan hal ini sudah dijamin oleh konstitusi.
Jokowi menyampaikan hal ini saat menghadiri Rakornas Kepala Daerah dan FKPD se-Indonesia Rabu (18/1), di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Baca Juga: Bandar Narkoba Alex Bonpis, Jaringan Teddy Minahasa Akhirnya Ditangkap!
Jokowi memperingatkan para kepala daerah, jelang Pemilu 2024 untuk menghindari politik identitas di daerah agar juga bisa menjaga kebebasan beribadah dan beragama.
Karena itu presiden meminta agar setiap kepala daerah memahami hal ini dan presiden juga tidak ingin konstitusi dikalahkan oleh kesepakatan.
Selanjutnya, kasus HKBP Maranatha di Cilegon
Tahun lalu, salah satu polemik pendirian rumah ibadah pernah muncul salah yaitu soal rencana pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten. Rencana ini mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat hingga perangkat daerah Kota Cilegon.
HKBP Maranatha Cilegon sejatinya telah berdiri sejak 25 tahun lalu, namun sampai saat ini masih di bawah pelayanan HKBP Resort Serang. Keinginan mendirikan rumah ibadah di Cilegon itu karena jemaat di Gereja HKBP Kota Serang sudah tidak tertampung semua.
Panitia Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha mengklaim telah mendapatkan validasi 112 jemaat dari total 3.903 jiwa atau 856 kepala keluarga yang tersebar pada delapan Kecamatan di Kota Cilegon.
Selain itu, meminta dukungan dari 70 warga yang berada di lingkungan Kelurahan Gerem dan juga telah mengajukan permohonan validasi domisili sejak 21 April 2022 kepada Lurah Gerem, Rahmadi. Namun, Lurah Gerem tidak berkenan memberikan validasi atau pengesahan 70 dukungan warga dengan alasan tidak jelas.
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengatakan pembangunan gereja itu masih belum memenuhi syarat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 sehingga dirinya turut menandatangani penolakan pembangunan gereja tersebut pada 7 September 2022.
Helldy merinci persyaratan yang belum terpenuhi, yakni validasi dukungan masyarakat sekitar lokasi gereja, rekomendasi Kemenag Cilegon, dan rekomendasi FKUB.
Hingga kini tidak ada satu pun tempat ibadah umat non-Islam berdiri di Cilegon. Data resmi negara tahun 2019 mencatat ada 382 masjid dan 287 mushala di Cilegon, tanpa ada satu pun gereja, pura, maupun vihara yang tercatat.
Padahal, jumlah warga non-Muslim di Kota Cilegon tidak sedikit, yaitu 6.740 orang warga Kristen, 1.743 warga Katolik, 215 warga Hindu, 215 warga Buddha, dan tujuh warga Konghucu.